kEnyAtaan peRasaan (ini yg selalu aku rasakan)
Kupandangi kemanapun sosok itu berjalan. Entah sudah berapa kali ia melintas di depanku. Dan setiap ia berpapasan dengan setiap orang yang ia kenal, ia akan tersenyum. Manis.
Aku menghela nafas panjang. Tidakkah tindakanku sia-sia? Hanya duduk di sini tanpa berani berbuat apapun. Berharap gadis itu akan kembali melintas di depanku. Dan setelah ia berlalu, aku akan kembali berharap ia akan lewat lagi. Begitu seterusnya.
Kadang terlintas di benakku, keinginan untuk menyapanya. Hanya sekedar menyapa tidak apa-apa kan? Toh aku juga sudah mengenalnya. Bagaimana mungkin aku tidak mengenalnya? Kami kan teman sekelas. Namun entah kenapa, setiap kali aku ingin membuka mulut, tiba-tiba seluruh keberanianku lenyap. Hilang entah kemana.
Hmm... aku kembali menghela nafas panjang. Entah untuk yang keberapa kalinya. Betapa bodohnya aku! Aku berani melakukan apapun, aku populer, aku cukup pintar, dan wajahku tampan. Banyak teman wanita yang mengidolakan aku. Seharusnya hal yang mudah kalau hanya sekedar menyapa seorang teman sekelas kan? Tapi di hadapannya, aku merasa menjadi seorang pengecut, penakut dan pecundang.
Aku memandangnya lagi. Kini ia sedang bercanda dengan teman-temannya. Sesekali kulihat tawa di bibirnya. Setiap kali ia tertawa, seolah ada pelangi yang mengelilinginya. Memang, ia tidak secantik Marsya yang model itu. Ia juga tidak tidak seseksi Gita, yang anggota modern dance. Ia memang pandai, tapi tetap saja tidak sepandai Fitri. Ia hanya gadis biasa. Masih banyak gadis yang berkali-kali lipat lebih baik darinya. Tapi kenapa aku malah tertarik padanya?
Ya, sepertinya aku tahu jawabannya... Ia memang tidak cantik. Tapi senyuman manis yang seringkali ia lontarkan pada setiap orang yang ia kenal, membuat dunia di sekitarnya menjadi ceria dan penuh warna. Ia memang tidak seksi. Tapi setiap kali mata indahnya berkedip, seolah berjuta bintang akan meredup dan baru akan kembali bersinar jika gadis itu kembali membuka matanya. Ia memang sederhana, namun ia ramah pada semua orang. Tak pernah kulihat keangkuhan terpancar darinya. Tidak seperti Marsya, Gita dan gadis-gadis lain yang seringkali terlalu bangga akan kecantikan mereka. Ia memang gadis biasa, namun sebenarnya ia adalah gadis yang luar biasa dengan segala kesederhanaannya.
Aku masih memandangnya ketika ia menoleh ke arahku. Sejenak mata kami beradu pandang. Ia melemparkan senyum manisnya kepadaku. Senyuman yang sanggup membuat hatiku luluh lantak.
Jika aku tidak bodoh, tentu aku akan membalas senyumannya dengan senyuman yang paling manis yang dapat kupersembahkan untuknya. Tapi kenyataannya lain. Ternyata aku memang orang bodoh. Bukannya membalas senyumannya, aku malah mengalihkan pandanganku darinya. Tanpa senyum, tanpa anggukan ramah. Saat aku melempar pandanganku ke arah lain, aku sempat menangkap ekspresi heran dari wajahnya.
Hatiku meronta. Tunggu... jangan salah paham... aku mengalihkan pandanganku bukan karena aku marah atau benci padamu. Aku terlalu takut untuk menatap matamu. Aku memang pengecut. Hanya untuk sekedar membalas senyumanmu saja aku tidak mampu... Ya, kau boleh anggap aku pecundang... Karena memang itulah aku....
Ahh... seandainya saja aku dapat mengatakannya padamu... Tapi apa boleh buat, perkataan itu terkurung di kepalaku tanpa aku berani mengeluarkannya. Terkungkung oleh perasaan takut yang sepertinya lebih berkuasa jika aku menghadapimu.
Hei... dimanakah engkau keberanian? Mengapa kau selalu saja pergi setiap kali aku berhadapan dengan gadis itu? Taukah kau bahwa saat ini aku sangat membutuhkanmu untuk membalas senyumannya. Tanpa kau, aku tidak akan berdaya dihadapannya...
Semua lamunanku melayang ketika kurasakan sebuah tepukan di bahuku.
” Hei... dari tadi ngelamun aja...” ujar Rio.
” Iya... dari tadi kita ketawa-ketawa... kamu malah diem... Kenapa sih?” sambung Angga.
Aku tersenyum kaku. ” Sory... sory...” balasku.
Aku baru ingat kalau sebenarnya aku sedang berkumpul bersama teman-temanku. Kegiatan yang rutin aku lakukan setiap kali istirahat. Namun sejak gadis itu menguasai semua perhatianku, aku jadi sering lupa bahwa aku sedang berkumpul bersama teman-temanku.
” Woi... mo ikut ke kantin ga? Kita udah laper nih...!” ujar Galang.
Aku mengangguk sekenanya. Dengan malas, ku ikuti teman-temanku yang meninggalkan kelas menuju kantin. Sebelum keluar kelas, aku sempatkan untuk melirik gadis itu lagi. Ia masih bercanda dengan teman-temannya. Rasanya berat jika aku harus kehilangan bayangannya dari pandanganku.
” Hmmm.... gadis, taukah kau bahwa aku terpesona olehmu? ” ujarku dalam hati lalu menyusul teman-temanku.
Entah kapan aku berani mengatakan semua perasaanku padamu... Entah...
from http://santy-sweetchocolate.blogspot.com/
Comments